Giriloyo - Batik tulis

on Jumat, 27 Februari 2009

Bila anda ingin melihat proses pembatikan motif klasik kraton Yogyakarta, datanglah ke Desa Giriloyo, Kecamatan Imogiri, sekitar 1 km di sebelah utara kompleks makam raja-raja Mataram. Di sana, masih tersisa sekitar 20 perajin batik yang rata-rata sudah berusia tua. �Motif-motif klasik yang masih dipertahankan antara lain motif sido asih, sido mulyo, sido mukti, sido luhur, truntum mangkoro, sri kuncoro, wahyu tumurun dan masih banyak lainnya,�tutur Bu Harti (58 tahun), koordinator perajin batik Bima Sakti, Giriloyo.

Sumiyati, pembatik tradisional
Contoh produk batik tulis Giriloyo

Komitmen untuk mempertahankan motif klasik kraton agaknya didengar oleh kerabat kasultanan. Bahkan bu Harti mendapat kepercayaan membuat kain batik untuk upacara adat kraton, yakni jumenengan (penobatan) KGPH Mangkubumi sebagai Sri Sultan HB X serta perkawinan agung rayi-rayi dalem (adik-adik Sri Sultan HB X). Pakaian kebesaran kraton yang dikerjakan bu Harti adalah kain Kampuh, panjang 5 meter, lebar 4 meter. Untuk 1 kain baru bisa selesai dikerjakan sekitar 3 bulan. Sejak 1988 sampai 1992, kraton Yogyakarta memesan kain kampuh motif semen gunung sebanyak 18 kain. Waktu itu, biaya pembuatan satu kain Rp 2 juta. Setelah tahun 1992 bu Harti terpaksa menolak pesanan kraton, karena tidak ada lagi perajin di Giriloyo yang sanggup membantu proses pembatikannya. Sementara, bu Harti sendiri penglihatannya sudah tidak jernih seperti dulu.

Pola kampuh Semen Gunung (1)
Pola kampuh Semen Gunung (2)

Ada satu peristiwa yang tak kan terlupakan sepanjang hayat. Ketika itu, seminggu setelah Sri Sultan HB IX mangkat, GBPH Prabukusumo - salah seorang putra HB IX datang menemuinya. Gusti Prabu membawa kain kampuh yang sudah koyak-koyak. Kain yang dibuat di jaman HB VII itu bekas alas peti jenazah HB IX. Gusti Prabu minta agar membuat pola dengan kertas, meniru kain kampuh tua motif semen gunung itu.

Bersama suaminya, Albani, pensiunan Brimob Kelapa Dua, bu Harti membuat coretan dengan pensil di atas kertas yang ditumpangkan pada kain yang sudah rusak itu. Tanpa ada pikiran apapun, suami isteri itu menggambar pola dengan menginjak kain itu. Sebab kalau tidak diinjak, tangannya tidak bisa menjangkau kain yang lebarnya 4 meter.

Sebelum mengakhiri pembuatan pola - setelah 3 hari dikerjakan - Pak Albani dan Bu Harti pingsan tanpa sebab. Padahal saat itu kondisi keduanya sehat wal�afiat. Orang se dusun geger. Nenek bu Harti berdoa sambil menyelipkan kalimat mohon ampun karena Albani - Harti terpaksa menginjak-injak kain disebabkan tangannya tidak mampu menjangkau sudut kain yang lain. Setelah itu, cucu dan cucu mantunya sadar dari pingsannya.GBPH Prabukusumo minta kepada bu Harti agar menyimpan dengan baik pola kampuh motif semen gunung itu. Dan wanti-wanti untuk tidak mengijinkan siapapun, termasuk kerabat kraton yang akan meminjam pola itu

0 komentar:

Posting Komentar